Politik    Sosial    Budaya    Ekonomi    Wisata    Hiburan    Sepakbola    Kuliner    Film   
Home » » Utang Pidana Amdal Clarion

Utang Pidana Amdal Clarion

Posted by Kenduri Tinta on Minggu, 07 Agustus 2016


Ungkapan yang menyatakan  bahwa Hukum itu hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas mungkin benar adanya. Buktinya, sejak dibangun dan beroperasi sejak pada 2012 silam, Grand Clarion Hotel and Convention Kendari sebenarnya telah melabrak sejumlah aturan serta perundang-undangan. Pelanggaran yang dibuat cukup serius, yakni dibangun tanpa izin pokok sebagai syarat utamanya yakni tanpa dokumen Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Hebatnya, izin Amdal itu keluar setelah 2 tahun kemudian.

Soal hukumnya, sepertinya dikesampingkan oleh aparat. Padahal, kuat dugaan bahwa dalam proses pembangunan hotel ini, jelas-jelas terjadi maladministrasi dan bahkan pelanggaran pidana serta perdata. Meski sempat terjadi protes dari masyarakat, tapi masalah itupun berangsur-angsur hilang seperti ditelan bumi. 
Di tahun 2014 silam, beberapa organisasi pemerhati lingkungan seperti Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sultra, dan Lembaga bantuan Hukum (BLH) Sultra sudah menyoal terkait kepemilikan dokumen Amdal saat Hotel Clarion dibangun.  Walhi dan BLH Sultra bahkan menduga, ada unsur melawan hukum (korupsi) juga yang dilakukan Walikota Kendari, Ir Asrun dan beberapa jajarannya. Karena telah mengeluarkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) tanpa dilengkapi dokumen Amdal. Pasalnya, Hotel Clarion mulai dibangun sejak tahun 2012 dan Amdalnya baru keluar tahun 2014. Saat itu, Walhi dan LBH Sultra bahkan mengancam mau  melaporkan Ir Asrun dan pemilik Hotel Clarion ke Polda Sultra dengan dua laporan berbeda. 
Ir Asrun dilaporkan karena diduga mengabaian tugas sebagai tim penelaah dokumen Amdal dan menerbitkan IMB tanpa adanya dokumen Amdal. Sedangkan, pemilik hotel diancam mau dilaporkan karena ditengarai sengaja membangun tanpa adanya dokumen Amdal. 
Soal sanksi jika tidak memiliki dokumen Amdal, telah diatur secara tegas di dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Selain itu, dalam pasal 36 ayat (1) Undang-Undang (UU) nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan bahwa setiap usaha dan atau kegiatan yang wajib memiliki dokumen Amdal, wajib memiliki izin lingkungan. 
Selanjutnya dalam pasal 37 ayat (2) UU nomor 32 tahun 2009 juga ditentukan bahwa Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota wajib menolak setiap permohonan Izin lingkungan apabila permohonan izin tidak dilengkapi dengan Amdal. Pada pasal 108 juga menyatakan bahwa dengan tanpa adanya izin lingkungan terancam dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,- dan paling banyak Rp3.000.000.000,-.
Dalam  Pasal 111  ayat (1 & 2) UU nomor 32 tahun 2009, juga memuat sanksi tegas terhadap para pejabat yang  memberikan izin usaha tanpa dilengkapi izin lingkungan akan dikenai hukuman pidana kurungan beserta denda. Disebutkan bahwa Pejabat pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan tanpa dilengkapi dengan Amdal atau UKL - UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dipidana dengan  pidana penjara  paling  lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,-. Dan di Ayat (2), Pejabat pemberi izin usaha dan/atau kegiatan yang menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan tanpa dilengkapi  dengan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara  paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 3.000.000.000,-.
Bila demikian, Walikota Kendari Ir Asrun, beserta Kepala BLH saat itu yakni Tin Farida, dan Hotel Clarion seharusnya bisa dijerat dengan UU tersebut. Namun faktanya, saat ini Hotel Clarion seperti 'tanpa dosa' berdiri kokoh dan terus beroperasi. Beberapa unsur masyarkat yang dulunya selalu  menyuarakan soal  ini  tak lagi terdengar aksinya. Parahnya lagi, beberapa pihak yang ikut terlibat dan diduga melanggar UU serta terjerat dalam pidana dan perdata juga tidak satupun tersentuh hukum.
Direktur Walhi Sultra Kisran Makati yang dihubungi Sultra Watch mengatakan, sejak kasus ini diadvokasi, pihaknya telah melaporkan hal tersebut ke Ombudsman Sultra sejak April 2014 dan BLH Kota Kendari. Namun sayangnya hingga saat ini tidak ada tindak lanjut dari kedua lembaga tersebut.
"Kami sudah melaporkan ke Ombudsman RI Perwakilan Sultra. Walaupun saat ini belum ada hasilnya. Kalau bagi kami memang terjadi maladministrasi dan juga terjadi pelanggaran pidana maupun perdata," jelasnya.
Kisran mengatakan, karena kasus ini diadvokasi oleh beberapa pihak. Untuk proses pelaporannya diserahkan ke LBH Kendari. Menurut Kisran juga saat ini LBH Kendari tidak ada kemajuan dan progres terkait kasus ini.
"Ceritanya ini berbagi peran. Karena Walhi menduga dalam kasus ini ada unsur pidana. Maka pelaporannya diserahkan ke LBH. Tanyakan juga ke LBH apakah mereka lapor atau tidak? Ini penting untuk mengurai apakah dalam kasus ini ada yang main-main," tegas Kisran.
Ia menambahkan, sejak mengadvokasi kasus ini, Walhi Sultra tidak pernah menghadiri berbagai bentuk kegiatan yang dilaksanakan di Hotel Clarion. Hal ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap kelalaian Clarion. Ia juga mengatakan, meskipun akhirnya Amdal Clarion terbit di tahun 2014. Dugaan maladminidtrasi serta pelanggaran pidana maupun perdata tetap harus berjalan.
"Pernah ke Polda Sultra dengan LBH Kendari dan diarahkan ke SPK. Belakangan kami ketahui LBH Kendari sudah melapor sendiri ke Polda Sultra. Yang perlu ditagih itu apakah LBH sudah melaporkan ke Polda atau belum? Ini supaya terang juga," katanya.
Perlu diketahui juga, lanjut kisran, masalah Hotel Clarion adalah ini ada dua hal. Pertama, meski baru belakangan Hotel Clarion memiliki Amdal, dari awal pembangunan hotel ini sudah ada pelanggaran. Yang kedua, bahwa ada situasi pelanggaran hukum yang harus ditegakkan.
Setelah menemui Direktur Walhi Sultra, Sultra Watch lalu bertemu dengan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kendari, Anselmus A.R. Masiku untuk menanyakan soal pelaporan mereka ke Polda Sultra. Anselmus A.R. Masiku mengatakan bahwa pihaknya telah melaporkan kasus pelanggaran lingkungan yang dilakukan Hotel Clarion ke Polda Sultra. Namun sayangnya, Polda Sultra tidak merespon baik soal kasus ini.
"Kalau soal kemajuan saya rasa tidak ada kemajuan karena pengaduan kami ke Polda tidak diproses. Bahkan pihak penyidik atas nama Samuel mengatakan tidak ada indikasi tindak pidana pelanggaran menurut dia. Tapi saya melihat jika penegak hukum mengambil kesimpulan dengan alasan sederhana dan menyebut  tidak ada pelangaran lingkungan karena sudah keluar amdalnya, saya mencurigai ada penyidik yang main mata dalam kasus ini," ungkapnya.
Jika saja penegak hukum mau menyelediki proses penerbitan dokumen Amdal Hotel Clarion, mereka akan menemukan soal pelanggaran lingkungan yang terjadi di sana. Sebab pelanggaran pidananya sudah terjadi. Kasusnya sama seperti tindak pidana korupsi. Misalnya, pengembalian barang bukti yang tidak bisa menghentikan proses hukum. "Jadi tidak bisa seperti itu. Karena dokumen Amdalnya sudah ada, lalu pelanggaran sebelumnya tidak diproses. Itu tidak benar," tegasnya.
Data yang dihimpun Sultra Watch, sejak perencanaan, pembangunan Hotel Clarion sudah ada pelanggaran. Anselmus menyebutkan bahwa bukan berarti Hotel Clarion harus ditutup. Tapi orang yang melakukan pelanggaran harus ditindak. "Menurut saya Polda Sultra melakukan pembiayaran. Sikap penyidik juga terlalu cepat menyimpulkan. Belum ada indikasi pidana karena sudah terbit dokumen Amdal. Itu menurut dia. Tapi menurut kami tidak," tegasnya.
Seperti yang dilakukan Walhi Sultra, LBH Kendari juga sudah mengadukan kasus tersebut ke ORI Sultra. Tapi, juga belum ada kejelasan. "Sudah melapor ke Ombudsman tapi Ombudsman tidak memiliki taring untuk meneruskan masalah tersebut. Jadi saya menilai Ombudsman tidak memiliki kekuatan untuk menekan kasus ini berjalan," sindirnya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua ORI Sultra, Aksah mengatakan telah melakukan pemeriksaan kebeberapa pihak. Dan LHP Ombudsman juga telah ada. "Sebetulnya kita sudah sampaikan ke penegak hukum hanya sampai saat ini kita belum lakukan. Dan dalam waktu dekat kita akan sampaikan kepada pelapornya hasil pemeriksaan kami. Jadi nanti LBH dan Walhi yang menjadi pelapor ke Polda dengan pegangan LHP dari Ombudsman," katanya.
Dari ketiga narasumber yang ditemui Sultra Watch, semuanya menyerahkan ke Polda Sultra. Semuanya seperti mengatakan bahwa Polda Sultra yang mesti terjun langsung untuk melakukan pemeriksaan dugaan pelanggaran pidana maupun perdata yang dilakukan Hotel Clarion, Ir Asrun, dan Kepala BLH Kota Kendari saat itu, yakni Tin Farida saat itu.
Setelah itu, Sultra Watch kemudian mencoba menggali lebih dalam soal kasus tersebut dengan menemui Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Kendari, Ir Rusnani. Anehnya, saat ditanya soal masalah dokumen Amdal Hotel Clarion, Kepala BLH terlihat gugup. Kepada Sultra Watch, Rusnani mengatakan bahwa dirinya tidak terlalu paham betul mengenai masalah dokumen Amdal Hotel Clarion. Sebab, dirinya baru menjabat sebagai Kepala BLH setelah kasus ini mencuat di publik.
"Saya tidak terlalu ingat betul. Saat itu masih ibu Tin Farida yang urus. Dan masalah ini sudah dikonfirmasi oleh pihak DPRD. Berkasnya juga sudah dikasih ke Ketua DPRD dan sudah ditinjau kelapangan. Sudah selesai, DPRD yang mediasi karena pak Ketua juga bilang kalau ada yang tanyakan soal ini, langsung berhadapan dengan dia (Ketua DPRD Kota Kendari,-red.)," jelas Rusnani.
Rusnani juga sempat menceritakan bahwa awalnya pihak pengembang Hotel Clarion hanya mengajukan Upaya pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL). Tapi ditolak karena aturannya berubah harus dengan menggunakan dokumen Amdal.
Namun, saat ditanya soal UKL -UPL dan dokumen Amdal Clarion yang masih sementara diurus, tapi pembagunannya hotel tersebut sudah jalan, Rusnani terlihat kebingungan untuk menjawab. "Saya tidak tau itu. Saya masih di PU saat itu. Waktu saya masuk di BLH sudah ada kasus ini dan saya tinggal melanjutkan saja. Saya sempat diskusikan dengan pak Wali soal Clarion. Pak Wali bilang jalan saja dan selesaikan pembahasannya. Sementara saya masuk di sini, masalah ini sedang diproses. Masa saya tidak mau lanjutkan ini masalah. Namanya kita ini hanya diperintah," ujar Rusnani.
Ia juga mengakui bahwa pembangunan Hotel Clarion sejak awal bermasalah. Ada beberapa pelanggaran lingkungan yang dilakukan oleh pihak Clarion. "Iya, saya melihat, memang ada pelanggaran dalam pembangunan itu. Memang ini ada kesalahannya, tapi kita berpikir positif saja. Saya ini bawahan. Jelas saya minta tanggapan dari atasanku. Ya namanya sudah jalan, ya dilanjutkan," katanya.
Tak berhenti disitu, Sultra Watch kemudian menemui mantan Kepala BLH Kendari Tin Farida yang disebut-sebut sangat mengetahui betul masalah ini. Namun sayangnya Tin Farida tidak secara terang-terangan menceritakan masalah ini. Ia hanya mengakui bahwa memang ada masalah dalam pengurusan UKL-UPL dan dokumen Amdal hotel Clarion. "Waktu itu pihak pengembang memang mengajukan UKL-UPL, tapi kita tolak karena aturanya harus amdal. Itulah, dia mengurus lagi Amdal tapi memang pembangunanya tetap dijalankan. Ada yang salah memang disitu. Karena UKL-UPL dan Amdal masih dalam pengurusan tapi pembangunan tetap jalan," jelasnya.

Ada Kongkalikong Pemda-Pengusaha 
Sementara itu, hal senada juga diungkapkan Ketua Ombudsman RI Perwakilan Sultra, Aksah saat ditemui Sultra Watch dikantornya. Ia mengatakan dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Ombudsman, memang Hotel clarion itu dibangun tanpa Amdal dan telah menyalahi peraturan undang-undang pengelolaan lingkungan dan izin lingkungan. Sebab, kata dia, ketentuan izin amdal itu harus diterbitkan sejak tahap perencanaan. Sementara Clrion ini terbit amdalnya setelah bangunannya sudah jadi.
"Disitulah sebenarnya pelanggaran yang dilakukan pengembang sekaligus kelalaian pemerintah daerah dalam hal ini BLH Kota Kendari," tegas Aksah.
Dalam masalah ini, Ombudsman menilai ada unsur maladministrasi, pelanggaran pidana dan perdata. Didalam UU lingkungan, kata Aksah, diatur tiga sanksi itu. "Memang fakta hukumnya terjadi pelanggaran disana. Pihak pengembang memang sengaja terus membangun meski amdalnya belum ada. Sementara pihak Pemda juga lalai. Kenapa belum ada amdalnya tapi tetap dibiarkan saja membangun," imbuh Aksah.
Aksah menyebut beberapa pihak telah diperiksa untuk dimintai keterangan. Termasuk juga diantaranya Dinas Tata Kota dan Perumahan Kota Kendari terkait penerbiatan IMB tanpa adanya Amdal.
"Ada sistem yang sengaja diciptakan untuk memuluskan pembangunan hotel ini. Karena di Dinas tata kota yang punya kewenangan mengeluarkan IMB ketika itu. Tidak mensyaratkan Amdal dalam pengurusan IMB. Nah jadi tupoksinya jalan masing-masing. BLH jalan sendiri mengurus Amdal, dan Dinas Tata Kota juga jalan sendiri mengurus IMB. Ketika itu aturanya memang seperti itu," jelasnya.
Meskipun Clarion pada akhirnya mempunyai Amdal. Aksah mengatakan, pelanggaran sebelumnya seharusnya berdasarkan peraturan perundangan memang harus tetap diproses, karena itu azaz hukum yang mengatur itu.
"Sekarang berarti instansi terkait harus mengambil langkah kongkrit. Jangan kemudian melakukan pembiaran terhadap hal tersebut, yang kemudian seolah-olah pemerintah daerah Sultra dan Kota Kendari tak berdaya menghadapi para pemodal," tegasnya.
Aksah juga mengatakan, menghadapi para koorporate, Pemkot Kendari dan Pemprov tak berdaya. Kalau tindakannya diam saja berarti memang dibiarkan pengusaha melanggar seenaknya. Dalam kasus ini, ia melihat ada sebuah kongkalikong antara pihak pemerintah Kota Kendari. Sebab, semua mengetahui bahwa hubungan antara Walikota Kendari dan pemilik Clarion, Kingbert Benly, kemudian hubungan Gubernur Nur Alam dan Kingbert Benly sangat "mesra". Hal ini bisa diindikasikan bahwa ada permainan di dalamnya.
"Jadi memang. Permasalahan yang terjadi di kota ini antara pengusaha dan pemerintah dilihat dari siapa pengusaha itu. Yang dekat dengan penguasa maka dia yang bisa juga leluasa mengepakkan usahanya. Meski itu melanggar aturan," ketus Aksah.
Aksah memberi satu contoh kasus soal pelanggaran garis sempadan rumah salah seorang kepala Dinas di Kabupaten Muna atas nama Joker. Dengan alasan melanggar sempadan jalan rumahnya dibongkar. Dan pada akhirnya pengadilan memutuskan Joker tidak bersalah. Berbeda dengan  kasus pelanggaran garis sempadan Hotel Zenith. Secara kasap mata saja kita melihat Hotel tersebut melanggar sempadan. Tapi nyatanya tidak ditertibkan. "Apa bedanya dengan Clarion? Jelas-jelas membangun tanpa Amdal. Tapi tidak ada tindakan tegas," katanya.
Sesuai dengan fungsinya Amdal adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan, Amdal merupakan gerbang dari semua perizinan usaha yang wajib Amdal.
Dari dokumen Amdal, masyarakat dapat mengetahui dampak yang bakal terjadi akibat sebuah usaha. Di dalam dokumen Amdal terdapat 3 unsur penting yaitu Kerangka Acuan, Andal dan RKL-RPL. Sedangkan Izin Lingkungan diperoleh melalui tahapan kegiatan yang meliputi, penyusunan Amdal dan UKL-UPL, penilaian Amdal dan pemeriksaan UKL-UPL dan permohonan dan penerbitan izin Lingkungan
Amdal menyajikan informasi Dampak lingkungan yang terjadi akibat rencana usaha dan/atau kegiatan, dan Langkah-langkah pengendaliannya dari aspek teknologi,sosial dan institusi, pemantauan lingkungannya serta komitmen pemrakarsa.Untuk diketahui, Amdal juga bisa diartikan sebagai kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan di Indonesia. 
Amdal ini dibuat saat perencanaan suatu proyek yang diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup di sekitarnya. Yang dimaksud lingkungan hidup di sini adalah aspek fisik-kimia, ekologi, sosial-ekonomi, sosial-budaya, dan kesehatan masyarakat. Dasar hukum Amdal adalah Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
Sementara itu, Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) adalah salah satu instrument pengelolaan lingkungan yang merupakan persyaratan perijinan bagi pemrakarsa yang akan melaksanakan suatu usaha/kegiatan di berbagai sektor. Dasar hukum UKL-UPL adalah Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. (***)

SHARE :
CB Blogger

Posting Komentar

 
Copyright © 2015 Kenduri Tinta. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Template by Creating Website and CB Blogger