Politik    Sosial    Budaya    Ekonomi    Wisata    Hiburan    Sepakbola    Kuliner    Film   
Home » » Dibalik Pembatalan Perda RSUD Kota Kendari

Dibalik Pembatalan Perda RSUD Kota Kendari

Posted by Kenduri Tinta on Senin, 08 Agustus 2016

Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Nur Alam, melalui Surat Keputusan (SK) Gubernur Sultra Nomor 396 Tahun 2016 membatalkan Peraturan Daerah (Perda) Kota Kendari Nomor 10 Tahun 2015 tentang Perubahan Kelima Atas Perda Kota Kendari Nomor 8 Tahun 2001 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah. SK tersebut ditanda tangani langsung oleh Gubernur Sultra, Nur Alam, di Kendari tertanggal 21 Juni 2016.
Dalam SK Gubernur tersebut, dituliskan dasar pembatalan Perda Kota Kendari Nomor 10 Tahun 2015 adalah Perda tersebut dibuat tanpa melalui proses pemberian nomor register sehingga bertentangan dengan ketentuan Pasal 241 ayat (4) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang menyebutkan bahwa Bupati/Walikota wajib menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kabupaten/Kota kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat paling lambat tiga hari sejak menerima Raperda dari DPRD Kabupaten/Kota untuk mendapat register peraturan daerah.
Alasan lain adalah sesuai ketentuan pasal 243 ayat 1 undang-undang nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah menegaskan  bahwa Raperda yang belum mendapat register belum dapat ditetapkan oleh Kepala daerah dan belum dapat diundangkan dalam lembaran daerah.
Kemudian alasan lain adalah Pasal 251 ayat dua UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah yang memberikan kewenangan  kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat untuk membatalkan Perda Kabupaten/Kota yang bertentangan dengan peraturan undang-undang yang lebih tinggi, keperntingan umum.
Hal tersebut juga dibernarkan oleh Kepala Biro (Karo) Humas, Pemprov Sultra. Kusnadi saat dihubungi Sultra Watch belum lama ini. "Iya benar, memang Gubernur membatalkan Perda tersebut dengan berbagai alasan. Salah satunya adalah mengenai belum adanya register Raperda dari Pemerintah Kota Kendari," jelasnya.
Kemudian pada tanggal 30 Juni 2016, Sekretariat Daerah, Pemerintah Provinsi Sultra melalui surat bernomor 188. 342/3005 menyampaikan surat penyampaikan keputusan tersebut kepada Walikota Kendari Ir Asrun. Dalam surat yang ditanda tangani Pelaksana Harian (Plh) Sekretaris Daerah (Sekda) atas nama Gubernur Sultra menyampaikan agar SK Gubernur tentang pembatalan Perda Nomor 10 Tahun 2016 segera ditindak lanjuti oleh undang-undang yang berlaku.
Menurut penelusuran Sultra Watch melalui Lembaran Daerah Kota Kendari dan Perda Kota Kendari Nomor 10 Tahun 2015 tantang Perubahan Kelima Perda Kota Kendari Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan tata kerja Lembaga Teknis Daerah Kota Kendari yang diterbitkan Bagian Hukum dan Perundang-Undangan Sekretariat Kota Kendari pada November 2015, dalam Perda tersebut memang mengatur tentang pengembalian  nomenklatur Rumah Sakit Umum (RSU) Abunawas menjadi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Kendari. Perubahan dalam Perda tersebut adalah pada Pasal 1, Pasal 2, Pasal 18 dan Pasal II (Romawi).
Kuat dugaan, pembatalan Perda tersebut berkaitan dengan polemik pergantian nama RS Abunawas menjadi RSUD Kota Kendari. Pasalnya, sebelum Gubernur membatalkan Perda yang mengatur perubahan nomenklatur RS Abunawas menjadi RSUD Kota Kendari, perubahan nama rumah sakit ini ditentang habis-habisan oleh kelurga besar Abunawas. Diduga juga terjadi perang dingin secara langsung maupun tidak langsung antara Walikota Kendari Ir Asrun dengan Mantan Walikota Kendari Masyhur Masie Abunawas (MMA). Keduanya terlibat adu argumentasi di media terkait perubahan nama ini.
Namun, hal tersebut dibantah oleh Karo Humas Pemprov Sultra, Kusnadi, saat dihubungi Sultra Watch beberapa waktu lalu. Ia mengatakan, pembatalan Perda tersebut tidak ada kaitannya dengan pergantian nama RSU Abunawas menjadi RSUD Kota Kendari. Pembatalan itu, kata dia, karena memangS Pemkot tak meregister Raperda ke Pemprov Sultra, sementara hal tersebut diatur dalam undang-undang.
"Tidak ada kaitannya, tidak ada itu," katanya.
Berbeda dengan Pemrpov Sultra yang lebih terbuka dan mengakui soal pembatalan Perda tersebut. Pemerintah Kota Kendari terkesan tertutup dan tak mau memberikan tanggapan mengenai pembatalan Perda tersebut.
Kepala  Bagian Hukum, Pemerintah Kota Kendari, Abdul Mustand Pasaeno saat dikonfirmasi mengenai SK Gubernur yang membatalkan Perda Nomor 10 tahun 2015 mengaku belum mengetahui hal tersebut dan belum mendapat surat secara resmi.
"Wah, saya malah baru tau itu, saya juga belum lihat suratnya bagaimana isinya," katanya saat dihubungi Sultra Watch.
Meski belum ditanya oleh wartawan, Abdul Mustand Pasaeno langsung mengarahkan penjelasanya bahwa perda Nomor 10 Tahun 2015 itu mengatur  soal perubahan nomenklatur RSU Abunawas menjadi RSUD Kota Kendari.
Ia menjelaskan, selain Perda Nomor 10 tahun 2015 ada juga Perda Nomor 17 tahun 2001 tentang pembentukan RSU Kota Kendari. Dan hingga kini belum dicabut perda tersebut. "Tidak ada nama Abunawas disitu (Perda Nomor 17 Tahun 2001, red)," katanya.
Saat ditanya apakah Pembatalan Perda ini terkait soal Pergantian Nama RSU Abunawas menjadi RSUD Kota Kendari, Abdul Mustan Pasaeno enggan menjelaskan. "Saya kurang paham, kita tidak bisa berandai-andai," imbuhnya.
Ia juga mengaku belum menerima dan memegang SK pembatalan Perda tersebut. Ia mengatakan masih akan mempelajari isi dari pembatalan Perda tersebut. "Tidak ada infornmasi. Saya belum bisa sampaikan secara pasti tanggapannya. Saya harus pelajari dulu," katanya.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Kendari, Alamsyah Lotunani, juga mengaku belum menerima SK Gubernur tersebut. Ia tak mau berkomentar banyak, ia hanya menjelaskan masih akan mencari informasi dan mempelajari isi dan alasan pembatalan Perda tersebut.
Saat disinggung mengenai keterkaitan dengan kisruh pergantian nama RS Abunawas, Alamsyah tak mau berkomentar banyak. "Saya kurang jelas juga, kita masih pelajari dulu. Saya juga belum terima suratnya," katanya.
Berbeda dengan Sekda dan Kabag Hukum, Direktur RSUD Kota Kendari Asridah Mukaddim mengaku sudah mendengar kabar tersebut. Namun, secara pasti ia belum mengetahui isinya. Ia juga tak mau berkomentar banyak, dan menyerahkan masalah tersebut ke Sekda, Bidang Ortala dan Bagian Hukum. "Nanti diurus oleh bidang yang bersangkutan saja dek," ucapnya singkat.
Sama halnya pihak Pemkot, pihak DPRD Kota Kendari juga tidak mengetahui soal pembatalan Perda tersebut. Ketua Komisi I, DPRD Kota Kendari La Ode Ali Akbar saat dimintai tanggapan mengenai hal tersebut mengaku belum mengetahui hal tersebut.
Namun, Politisi Partai Gerindra itu langsung menegaskan bahwa Komisi I akan mempertahankan apa yang telah diputuskan. Dan jika memang akan ada pembatalan, maka harus dilakukan pengkajian terlebih dahulu.
"Perda itu diputuskan secara bersama, jika dibatalkan maka kita juga akan kaji secara bersama," katanya.
Aspek lain, kata dia, adalah soal biaya yang dikeluarkan negara untuk membuat perda tersebut. Tentunya jika dibatalkan, maka Perda tersebut akan dibuat ulang dan tentunya membutuhkan biaya tambahan.
Mengenai keterkaitan Pembatalan Perda tersebut dengan pergantian nama RSUD Kota Kendari. Mantan aktivis ini enggan berspekulasi, naman ia mengatakan besar kemungkinan pembatalan itu terkait pergantian nama RS Abunawas menjadi RSUD Kota Kendari.
"Bisa jadi, itu berkaitan," singkatnya.
* Awal Kisruh Pergantian Nama RS Abunawas Terjadi
Senin 5 Oktober 2015, ribuan masyarakat dari Kabupaten Konawe, Konawe Selatan, Konawe Utara dan Konawe Kepulauan mendatangi dan mengepung kantor DPRD Kota Kendari. 
Massa yang tergabung dalam Forum Masyarakat Sulawesi Tenggara ini meminta agar DPRD Kota Kendari menolak Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang pergantian RS Abunawas menjadi RSUD Kota Kendari yang diajukan oleh Pemerintah Kota Kendari.
Meski mendapat protes keras dari berbagai pihak, usulan pergantian nama Rumah Sakit Abunawas menjadi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Kendari, tetap dilanjutkan. Walikota Kendari, Asrun, menegaskan usulan pergantian nama Rumah Sakit Abunawas, tidak lain untuk masa depan yang lebih baik masyarakat Kota Kendari, tanpa memihak pada komunitas tertentu.
Saat menggelar konfrensi pers di kantor Walikota pada Selasa 6 Oktober 2015 Asrun mengatakan, sosok Abunawas merupakan salah satu tokoh masyarakat di Sulawesi Tenggara (Sultra), seperti halnya tokoh-tokoh lain yang sudah berjasa terhadap daerah. Namun, penamaan seorang Tokoh untuk sebuah Rumah Sakit, sebaiknya seorang putra daerah yang berjasa dalam bidang kesehatan.
Menurut Asrun, pemerintah Kota Kendari, akan bersikap netral terhadap penamaan Sebuah Rumah Sakit, untuk menghindari komplein dari pihak lain yang juga merasa sangat berjasa. Usulan pergantian nama, hanya ingin mengembalikan nama semula RSUD Kota Kendari, yang kala itu dirubah secara sepihak. Penamaan RSUD Kota Kendari, telah ditetapkan melalui Perda Kota Kendari, Nomor 17 tahun 2001 tentang pembentukan organisasi dan tata kerja Rumah Sakit Umum Kota Kendari.
Perda tersebut, lanjut Asrun, diperkuat lagi dengan keluarnya SK Walikota Kendari nomor 248 tahun 2002 tentang penunjukkan puskesmas Gunung Jati menjadi RSU Kota Kendari.
Tak hanya itu, untuk lebih mematenkan nama RSUD Kota Kendari, Pemkot Kendari langsung mengeluarkan Perda Nomor perda 10 tahun 2015 tentang Perubahan Kelima Atas Peraturan Daerah Nomor Kota Kendari Nomor 8 Tahun 2018 tetang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kota Kendari yang didalam termasuk perubahan nama RS Abunawas menjadi RSUD Kota Kendari.
Masalah tak berhenti disitu, buntut dari pergant
ian nama RS Abunawas menjadi RSUD Kota Kendari adalah dilaporkannya Walikota Kendari Ir Asrun oleh Mashyur Masie Abunawas (MMA) ke Polda. Tuduhannya, Asrun  telah mencemarkan nama baik orang tua mereka, Abunawas yang juga dikenal  pernah menjabat sebagai Bupati Kendari.
Masyhur Masie Abunawas juga tidak terima jika Asrun menyamakan Abunawas dengan tokoh Abunawas di cerita dongeng 1001 Malam.  
Ia mengklaim punya bukti rekaman dan kliping koran soal pernyataan Asrun yang menyatakan  Abunawas memiliki karakter lihai, licin dan suka menipu. "Keluarga besar saya tidak terima pernyataan itu," kata Masie.
Meski Asrun telah dilaporkan dan kasusnya sempat ditangani pihak Polda selama beberapa bulan, akhirnya pihak Subdit II Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dit Reskrim UM) Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara (Sultra) yang menangani kasus tersebut menghentikan sementara kasus atas dugaan pencemaran nama baik yang diduga dilakukan oleh Walikota Kendari, Asrun. Dihentikannya kasus tersebut, lantaran dalam proses penyelidikan kasus tersebut,  penyidik menilai kasusnya tidak memenuhi unsur pidana.
Kasubdit PPID Polda Sultra, Kompol Dolfi Kumaseh yang dikonfirmasi mengatakan, surat perintah dan pemberhentian perkara (SP3) dan SP2HP telah diberikan kepada pengacara Asrun, pasca gelar perkara yang dilakukan bulan lalu.
"Dalam proses kasus ini telah dilakukan beberapa tahap-tahap penyelidikan, hingga menghadirkan ahli bahasa dan ahli pidana. Namun dari temuan kami, kasus tersebut tidak memenuhi unsur pidana. Kendati demikian, jika dalam proses perjalananya ada ditemukan fakta dan bukti baru lagi, tentunya kasus ini akan dilanjutkan lagi," katanya.
Ditutupnya dugaan kasus pencemaran baik yang diduga di lakukan Ir Asrun, yang masih berkaitan dengan pergantian nama RS Abunawas menjadi RSUD Kota Kendari ternyata terus berlanjut.
Melalui salinan surat Keputusan Gubernur Sultra, Nur Alam, Nomor 396 tahun 2016 yang diperoleh Sultra Watch, isinya adalah membatalkan Peraturan Daerah Kota Kendari Nomor 10 tahun 2015 Tentang Perubahan kelima Atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi Dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kota Kendari, yang salah satu poin dalam Perda yang dibatalkan Gubernur tersebut mengatur tentang pengembalian nama RS Abunawas menjadi RSUD Kota Kendari. ***

SHARE :
CB Blogger

Posting Komentar

 
Copyright © 2015 Kenduri Tinta. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Template by Creating Website and CB Blogger