Politik    Sosial    Budaya    Ekonomi    Wisata    Hiburan    Sepakbola    Kuliner    Film   
Wiwid Abid Abadi. Diberdayakan oleh Blogger.

Wow..Raim Laode Kebanjiran Followers di Twitter


Raim La Ode, begitu iya sering dipanggil. Salah satu peserta Stand Up Comedy Academy (SUCA) Indosiar yang berasal dari Wakatobi, Sulawesi Tenggara itu terus mendapat sorotan tajam dari pecinta Stand Up di seluruh tanah air, terutama di Sulawesi Tenggara.
Bukan hanya penampilannya di layar kaca yang semakin apik di setiap edisi SUCA, tapi Raim juga menjadi sorotan di akun dunia mayannya.

Salah satu yang paling menonjol adalah di akun Twitter miliknya @RaimLaode. Kini akun Twitter itu dibanjiri Follower, jumlahnya sudah mencapai 2.361 Follower. Jumlah pengikut itu diprediksi akan terus bertambah, seiring dengan makin baiknya penampilannya di SUCA Indosiar.

Pria hitam manis kelahiran 28 April 1994, anak dari seorang bapak bernama La Ode Raimudin itu kini menjadi kebanggaan masyarakat Wakatobi dan Sulawesi Tenggara khususnya.




Indikasi Korupsi Proyek Pagar GOR Sultra


Ada pemandangan yang kurang enak ketika memasuki area Gedung Olahraga (GOR) Sulawesi Tenggara yang terletak di Jalan Saosao, Kota Kendari. Pasalnya,  pagar GOR terlihat rusak dan tidak terurus. Beberapa bagian bahkan sudah retak dan hampir rubuh. Padahal, pembangunan pagar tersebut baru selesai dua bulan lalu. Kuat dugaan, pengerjaannya tidak profesional. Dengan begitu, kasus penyimpangan anggaran besar kemungkinan telah terjadi di proyek tersebut.
Dari penelusuran Sultra Watch, lelang proyek pembangunan pagar gedung olahraga bahteramas itu bersumber dari APBD tahun anggaran 2015. Besaran anggarannya  Rp 500.000.000,-. Sejak awal lelang ini cukup mengundang kecurigaan. Pasalnya, dari 33 perusahaan yang mendaftar, hanya dua perusahaan saja yang diverifikasi berkas, yakni CV Iftitah dan CV Raditsyah Pratama.   Akhirnya, CV Iftitah terpilih sebagai pemenang lelang
Setelah melakukan penandatanganan kontrak pada 21 April 2015, CV Iftitah pun mulai melakukan pekerjaan. Namun, belum lama pagar tersebut berdiri, beberapa bagian justru mengalami kerusakan. Dugaannya,  proyek tersebut  dikerjakan tidak sesuai besteknya.
"Proyek itu memang saya permasalahkan sejak minggu lalu. Karena pekerjaannya belum lama selesai sudah rusak begitu,'' ungkap Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Pemprov Sultra), Tasman Taewa, saat ditemui di ruang kerjanya, Jumat (29/7).
Tasman menjelaskan, kerusakan pagar GOR tersebut bukan menjadi tanggung jawab dari pemerintah dalam hal ini Dispora. Sebab, kata dia, proyek tersebut masih masuk dalam tahap pemeliharaan dan belum dilakukan penyerahan secara resmi ke Pemerintah.
"Pekerjaan itu belum menjadi tanggung jawab kami, proyek itu masih masa pemeliharaan, belum dilakukan penyerahan kepada kami," katanya.
Masih kata Tasman, tidak tahu apa yang dilakukan oleh kontraktornya sehingga proyek tersebut seakan akan tidak dikerjakan sesuai yang dianggarkan.
Saat ditanya lebih dalam mengenai proyek tersebut, Tasman Taewa justru mengarahkan pertanyaan tersebut ke Dinas PU Provinsi atas nama Budi. Menurutnya, Budi lah yang mengetahui lebih banyak soal proyek pembangunan pagar GOR tersebut.
"Langsung ketemu Pak Budi saja bagus, dia di Dinas PU Provinsi. Dia yang lebih tahu itu proyek," imbuhnya.
Tasman sedikit menceritakan klausul pembangunan proyek tersebut. Kata dia, proyek tersebut memang diusulkan oleh Dinas PU Provinsi.
"Mereka datang melapor untuk bangun itu. Tapi saya bilang silakan, karena anggaran ada sama kalian. Tetapi saya katakan pada mereka harus tuntas, jangan tidak tuntas. Jadi langsung ketemu Pak Budi, Ketua Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia," papar Taswan pada wartawan koran ini.
Sultra Watch kemudian menghubungi Budi melalui telefon seluler. Budi juga enggan berkomentar lebih banyak. Ia hanya mengatakan bahwa pagar GOR yang rusak itu akan segera dibenahi oleh kontraktornya.
"Besok rencana kontraktor benahi," singkatnya melalui sms yang diterima jurnalis Sultra Watch.
Sultra Watch kemudian menemui kontraktor pembangunan  pagar gedung olahraga bahteramas, CV Iftitah, Any. Any sendiri mengakui bahwa saat ini proyek pembangunan tersebut sedang dalam masa pemeliharaan dan juga  kondisinya sudah rusak. Any juga tampak tak mau disalahkan dengan rusaknya pembangunan tersebut. Pasalnya, kata dia, ia mengerjakan sesuai petunjuk dan sesuai RAB yang telah ditentukan.
"Bagaimana tidak mau cepat rusak, sesuai RAB saja pagar itu dibangun tidak di cor, tidak menggunakan besi. Saya sih mengerjakan proyek itu sesuai petunjuk," jelasnya tanpa bersalah.

Ia mengakui juga bahwa anggaran proyek tersebut adalah Rp 500 juta  tahun anggaran 2015. Ia mengatakan, uang pemeliharaan proyek tersebut hingga kini belum diambil. Rencananya, uang pemeliharaan proyek tersebut akan digunakan untuk memperbaiki kerusakan. "Uang pemeliharaan juga belum diambil dan digunakan untuk memperbaiki kerusakan," tutupnya.

Potong-Potong Duit Rakyat, Untuk Setor Ke Wakil Rakyat

Aroma dugaan tindak pidana korupsi kembali tercium di Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Sulawesi Tenggara (Sultra). Modus yang digunakan cukup berfariasi, ada yang dilakukan dengan momotong sebanyak 30 persen dari setiap kegiatan, ada pula yang bermodus Surat Perintah Perjalanan (SPPD) fiktif, hingga dugaan penggelapan anggaran proyek rehab gedung.
Jurnalis Sultra Watch coba mencari sumber-sumber informasi yang akurat untuk membongkar praktek dugaan Korupsi ini. Selasa (29/3) sore, Sultra Watch bertemu dengan Mantan Bendahara, BPPKB Sultra tahun 2015, Asny SP di kediamanya. Saat ditanyai mengenai dugaan korupsi ini, Asny membenarkan bahwa ada praktek pemotongan anggaran pada seluruh item kegiatan di BPPKB. Jumlahnya, kata Asny, berkisar antara 25 persen hingga 30 persen dari jumlah total anggaran setiap kegiatan. Pemotongan itu, lanjut Asny, langsung dilakukan oleh Kepala BPPKB Sultra, Sarlina.
"Semua kegiatan, apapun itu di potong sekitar 30 persen oleh kepala badan. Sejak tahun 2015 hingga sekarang pemotongan 30 persen dari setiap anggaran masih dilakukan," ungkap Asny.
Lebih lanjut ia membeberkan, bahwa setiap Kepala Badan meminta dirinya untuk memotong anggaran 30 persen. Kepala badan selalu beralasan bahwa uang tersebut akan di setor ke oknum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sultra dan juga di setor ke Gubernur Sultra Nur Alam.
"Bahasanya katanya mau di kasih ke dewan dan juga Gubernur. Jadi setiap dia (Kepala Badan, red) minta uang sama saya alasan itu mau dikasih ke anggota dewan Sultra. Tapi saya tidak tau siapa anggota dewan yang di maksut itu." beber Asny.
"Kita sudah ditagih-tagih mi lagi sama dewan. Jadi kasih keluarmi," ungkap Asny menirukan gaya Kepala BPPKP Sultra, Sarlina saat meminta uang pada dirinya.
Bahkan ia juga mengatakan, Kepala badan pernah berbicara bahwa ia harus menyetor ke anggota dewan Sultra sebanyak 4,3 M. "Tidak ada alasan lain. Dia bilang untuk stor ke dewan sebesar 4,3 M. Makanya harus dipotong semua setiap kegiatan," imbuhnya.
Selain beralasan untuk menyetor ke anggota dewan, Sarlina juga beralasan uang tersebut akan di setor ke Gubernur. 
"Ia (Kepala Badan, red) juga pernah bilang mau kasih gubernur. Dia bilang begitu, ada kwitansinya tapi bukan saya yang tanda tangan, tapi Sukri yang tanda tangan. Sukri itu supir pribadinya ibu, dia ambil uang itu waktu mau berangkat ke Jakarta tahun 2015 lalu. Katanya mau dikasih gubernur.Ada itu kwitansinya kok, benar atau tidak dikasih gubernur, allahualam saya tidak tau," tegasnya.
Selain dugaan korupsi dengan modus pemotongan anggaran yang di duga dilakukan oleh Kepala BPPKB Sarlina, tindakan merugikan negara lain yang dilakukan adalah dengan tidak membayarkan uang pembangunan rehab gedung P2TP2A kepada kontraktor. Total anggarannya sekitar 165 juta untuk biaya rehab gedung. Hal itu di ketahui setelah dua bulan terakhir kontraktor mendatangi kantor P2TP2A untuk mencabut pintu bangunan gedung tersebut karena mengaku belum dibayar oleh kepala badan.
Sultra Watch mencoba menelusuri kebenaran hal tersebut. Saat mendatangi gedung P2TP2A, Sultra Watch bertemu salah satu narasumber yang tak mau disebutkan namanya. Ia mengaku sebagai pegawai dan penggiat di bagian P2TP2A. Sumber tersebut membenarkan bahwa beberapa waktu terakhir ada kontraktor gedung yang marah-marah akan mencabut pintu kantor karena tidak dibayarkan anggaranya.
"Iya pak, memang benar. Dia mau cabut ini pintu, katanya belum dibayar. Bahkan pernah pintu gedung ini (gedung P2TP2A, red) di segel," jelas sumber.
Sementara itu, kesaksian berbeda justru keluar dari mantan Bendahara BPPKB tahun 2015, Asny. Ia mengaku anggaran pembangunan proyek tersebut sudah dicairkan.
"Kalau masalah itu, itukan kontraktor yang kenal ibu (kepala badan, red). Karena masih keluarganya ibu. Jadi yang berurusan itu ibu. Kita di keuangan hanya mengurus dan mencairkan. Ibu yang mengatur masalah proyek itu. Jadi ibu semua yang tau masalah proyeknya. Dan kita tidak tau apa -apa dan tidak dapat apa-apa," tambah Asny.
Sepak terjang Sarlina belum berhenti disitu saja. Bahkan Sarlina pernah berseteru dengan Kabid Peningkatan Taraf Hidup Perempuan, BPPKB Sultra Ir Hj Wa Gola MSi karena persoalan anggaran. Kejadian itu bermula saat Wa Gola membuat kegiatan Peningkatan Peranan Wanita menuju Keluarga Sehat Sejahtera (P2WKSS)  menggunakan anggaran pribadi. Namun dengan catatan anggaran tersebut akan diganti menggunakan anggaran Dipa. Namun, setelah anggaran tersebut dicairkan, Wa Gola tidak menerima uang penggantinya.
"Saya sampe dituduh sama ibu wa Gola kalau saya gelapkan uangnya. Padahal uang itu sudah saya cairkan dan diambil oleh kepala badan," beber Asny.
Namun akhirnya anggaran tersebut dikembalikan oleh kepala badan namun baru sekitar 40 persen. Kata Asny, Ibu Wa Gola mengancam akan melaporkan kepala badan ke Tipikor Polda Sultra jika uangnya tidak dikembalikan. Setelah diancam baru menga kui dan mau mengembalikan uang itu.
Berangkat dari keterangan Asny, jurnalis Sultra watch menemui Kabid Peningkatan Taraf Hidup Perempuan, BPPKB Sultra Ir Hj Wa Gola MSi. Saat ditemui di sekretariat PKK Sultra pada Rabu (30/3) singa. Wa Gola mengakui hal tersebut, bahwa ia pernah berseteru dengan kepala badan karena persoalan uang pribadi miliknya yang digunakan untuk membiayai kegiatan diambil oleh Kepala Badan, Sarlina.
"Benar, saya membiayai kegiatan dinas dengan uangku sendiri dulu. Ada tiga kegiatan yang saya biayai, tapi belum di bayarkan sama kepala Badan. Padahal menurut bendahara uang kegiatan tersebut sudah dicairkan. Yang jelas, apa yang disampaikan bendahara sudah seperti itu adanya," ungkap Wa Gola.
Saat ini, kata dia, anggaran yang dibayarkan baru 40 persen dari total anggaran yang ia biayai sendiri. Itupun, lanjut dia, Kepala Badan mau membayarkan setelah diancam akan dilaporkan ke Tipikor, Polda Sultra.
"Saya tanyakan sama kepala badan. Dia bilang ada sama bendahara. Padahal bendahara bilang sudah dicairkan," imbuhnya.
Kegiatan yang dibiayai sendiri oleh Wa Gola antara lain Lomba P2SS untuk 17 kabupaten kota tahun 2015. Kegiatan lomba GSI untuk 9 kabupaten tahun 2015. Dan perjalanan dinas di empat kabupaten juga tahun 2015.
Saat ditanya apakah mengetahui praktek pemotongan anggaran yang dilakukan oleh kepala badan pada seluruh kegiatan? wa Gola enggan berterus terang.
"Belum sampe ke saya kalau soal pemotongan-pemotongan. Bagaimana mau tau ada potongan kalau belum dibayarkan kegiatanku. Benar atau tidak saya tidak tau. Karena belum sampe kesaya.
Bahkan Wa Gola juga menyuruh mengkonfirmasi beberapa kepala-kepala bidang yang mempunyai banyak kegiatan. "Itu coba tanya kepada orang yang bersangkutan. Kalau saya belum sampe dipotong karena kegiatanku belum dibayar. Kegiatanku juga cuma sedikit," katanya.

Dibalik Pembatalan Perda RSUD Kota Kendari

Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Nur Alam, melalui Surat Keputusan (SK) Gubernur Sultra Nomor 396 Tahun 2016 membatalkan Peraturan Daerah (Perda) Kota Kendari Nomor 10 Tahun 2015 tentang Perubahan Kelima Atas Perda Kota Kendari Nomor 8 Tahun 2001 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah. SK tersebut ditanda tangani langsung oleh Gubernur Sultra, Nur Alam, di Kendari tertanggal 21 Juni 2016.
Dalam SK Gubernur tersebut, dituliskan dasar pembatalan Perda Kota Kendari Nomor 10 Tahun 2015 adalah Perda tersebut dibuat tanpa melalui proses pemberian nomor register sehingga bertentangan dengan ketentuan Pasal 241 ayat (4) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang menyebutkan bahwa Bupati/Walikota wajib menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kabupaten/Kota kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat paling lambat tiga hari sejak menerima Raperda dari DPRD Kabupaten/Kota untuk mendapat register peraturan daerah.
Alasan lain adalah sesuai ketentuan pasal 243 ayat 1 undang-undang nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah menegaskan  bahwa Raperda yang belum mendapat register belum dapat ditetapkan oleh Kepala daerah dan belum dapat diundangkan dalam lembaran daerah.
Kemudian alasan lain adalah Pasal 251 ayat dua UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah yang memberikan kewenangan  kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat untuk membatalkan Perda Kabupaten/Kota yang bertentangan dengan peraturan undang-undang yang lebih tinggi, keperntingan umum.
Hal tersebut juga dibernarkan oleh Kepala Biro (Karo) Humas, Pemprov Sultra. Kusnadi saat dihubungi Sultra Watch belum lama ini. "Iya benar, memang Gubernur membatalkan Perda tersebut dengan berbagai alasan. Salah satunya adalah mengenai belum adanya register Raperda dari Pemerintah Kota Kendari," jelasnya.
Kemudian pada tanggal 30 Juni 2016, Sekretariat Daerah, Pemerintah Provinsi Sultra melalui surat bernomor 188. 342/3005 menyampaikan surat penyampaikan keputusan tersebut kepada Walikota Kendari Ir Asrun. Dalam surat yang ditanda tangani Pelaksana Harian (Plh) Sekretaris Daerah (Sekda) atas nama Gubernur Sultra menyampaikan agar SK Gubernur tentang pembatalan Perda Nomor 10 Tahun 2016 segera ditindak lanjuti oleh undang-undang yang berlaku.
Menurut penelusuran Sultra Watch melalui Lembaran Daerah Kota Kendari dan Perda Kota Kendari Nomor 10 Tahun 2015 tantang Perubahan Kelima Perda Kota Kendari Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan tata kerja Lembaga Teknis Daerah Kota Kendari yang diterbitkan Bagian Hukum dan Perundang-Undangan Sekretariat Kota Kendari pada November 2015, dalam Perda tersebut memang mengatur tentang pengembalian  nomenklatur Rumah Sakit Umum (RSU) Abunawas menjadi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Kendari. Perubahan dalam Perda tersebut adalah pada Pasal 1, Pasal 2, Pasal 18 dan Pasal II (Romawi).
Kuat dugaan, pembatalan Perda tersebut berkaitan dengan polemik pergantian nama RS Abunawas menjadi RSUD Kota Kendari. Pasalnya, sebelum Gubernur membatalkan Perda yang mengatur perubahan nomenklatur RS Abunawas menjadi RSUD Kota Kendari, perubahan nama rumah sakit ini ditentang habis-habisan oleh kelurga besar Abunawas. Diduga juga terjadi perang dingin secara langsung maupun tidak langsung antara Walikota Kendari Ir Asrun dengan Mantan Walikota Kendari Masyhur Masie Abunawas (MMA). Keduanya terlibat adu argumentasi di media terkait perubahan nama ini.
Namun, hal tersebut dibantah oleh Karo Humas Pemprov Sultra, Kusnadi, saat dihubungi Sultra Watch beberapa waktu lalu. Ia mengatakan, pembatalan Perda tersebut tidak ada kaitannya dengan pergantian nama RSU Abunawas menjadi RSUD Kota Kendari. Pembatalan itu, kata dia, karena memangS Pemkot tak meregister Raperda ke Pemprov Sultra, sementara hal tersebut diatur dalam undang-undang.
"Tidak ada kaitannya, tidak ada itu," katanya.
Berbeda dengan Pemrpov Sultra yang lebih terbuka dan mengakui soal pembatalan Perda tersebut. Pemerintah Kota Kendari terkesan tertutup dan tak mau memberikan tanggapan mengenai pembatalan Perda tersebut.
Kepala  Bagian Hukum, Pemerintah Kota Kendari, Abdul Mustand Pasaeno saat dikonfirmasi mengenai SK Gubernur yang membatalkan Perda Nomor 10 tahun 2015 mengaku belum mengetahui hal tersebut dan belum mendapat surat secara resmi.
"Wah, saya malah baru tau itu, saya juga belum lihat suratnya bagaimana isinya," katanya saat dihubungi Sultra Watch.
Meski belum ditanya oleh wartawan, Abdul Mustand Pasaeno langsung mengarahkan penjelasanya bahwa perda Nomor 10 Tahun 2015 itu mengatur  soal perubahan nomenklatur RSU Abunawas menjadi RSUD Kota Kendari.
Ia menjelaskan, selain Perda Nomor 10 tahun 2015 ada juga Perda Nomor 17 tahun 2001 tentang pembentukan RSU Kota Kendari. Dan hingga kini belum dicabut perda tersebut. "Tidak ada nama Abunawas disitu (Perda Nomor 17 Tahun 2001, red)," katanya.
Saat ditanya apakah Pembatalan Perda ini terkait soal Pergantian Nama RSU Abunawas menjadi RSUD Kota Kendari, Abdul Mustan Pasaeno enggan menjelaskan. "Saya kurang paham, kita tidak bisa berandai-andai," imbuhnya.
Ia juga mengaku belum menerima dan memegang SK pembatalan Perda tersebut. Ia mengatakan masih akan mempelajari isi dari pembatalan Perda tersebut. "Tidak ada infornmasi. Saya belum bisa sampaikan secara pasti tanggapannya. Saya harus pelajari dulu," katanya.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Kendari, Alamsyah Lotunani, juga mengaku belum menerima SK Gubernur tersebut. Ia tak mau berkomentar banyak, ia hanya menjelaskan masih akan mencari informasi dan mempelajari isi dan alasan pembatalan Perda tersebut.
Saat disinggung mengenai keterkaitan dengan kisruh pergantian nama RS Abunawas, Alamsyah tak mau berkomentar banyak. "Saya kurang jelas juga, kita masih pelajari dulu. Saya juga belum terima suratnya," katanya.
Berbeda dengan Sekda dan Kabag Hukum, Direktur RSUD Kota Kendari Asridah Mukaddim mengaku sudah mendengar kabar tersebut. Namun, secara pasti ia belum mengetahui isinya. Ia juga tak mau berkomentar banyak, dan menyerahkan masalah tersebut ke Sekda, Bidang Ortala dan Bagian Hukum. "Nanti diurus oleh bidang yang bersangkutan saja dek," ucapnya singkat.
Sama halnya pihak Pemkot, pihak DPRD Kota Kendari juga tidak mengetahui soal pembatalan Perda tersebut. Ketua Komisi I, DPRD Kota Kendari La Ode Ali Akbar saat dimintai tanggapan mengenai hal tersebut mengaku belum mengetahui hal tersebut.
Namun, Politisi Partai Gerindra itu langsung menegaskan bahwa Komisi I akan mempertahankan apa yang telah diputuskan. Dan jika memang akan ada pembatalan, maka harus dilakukan pengkajian terlebih dahulu.
"Perda itu diputuskan secara bersama, jika dibatalkan maka kita juga akan kaji secara bersama," katanya.
Aspek lain, kata dia, adalah soal biaya yang dikeluarkan negara untuk membuat perda tersebut. Tentunya jika dibatalkan, maka Perda tersebut akan dibuat ulang dan tentunya membutuhkan biaya tambahan.
Mengenai keterkaitan Pembatalan Perda tersebut dengan pergantian nama RSUD Kota Kendari. Mantan aktivis ini enggan berspekulasi, naman ia mengatakan besar kemungkinan pembatalan itu terkait pergantian nama RS Abunawas menjadi RSUD Kota Kendari.
"Bisa jadi, itu berkaitan," singkatnya.
* Awal Kisruh Pergantian Nama RS Abunawas Terjadi
Senin 5 Oktober 2015, ribuan masyarakat dari Kabupaten Konawe, Konawe Selatan, Konawe Utara dan Konawe Kepulauan mendatangi dan mengepung kantor DPRD Kota Kendari. 
Massa yang tergabung dalam Forum Masyarakat Sulawesi Tenggara ini meminta agar DPRD Kota Kendari menolak Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang pergantian RS Abunawas menjadi RSUD Kota Kendari yang diajukan oleh Pemerintah Kota Kendari.
Meski mendapat protes keras dari berbagai pihak, usulan pergantian nama Rumah Sakit Abunawas menjadi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Kendari, tetap dilanjutkan. Walikota Kendari, Asrun, menegaskan usulan pergantian nama Rumah Sakit Abunawas, tidak lain untuk masa depan yang lebih baik masyarakat Kota Kendari, tanpa memihak pada komunitas tertentu.
Saat menggelar konfrensi pers di kantor Walikota pada Selasa 6 Oktober 2015 Asrun mengatakan, sosok Abunawas merupakan salah satu tokoh masyarakat di Sulawesi Tenggara (Sultra), seperti halnya tokoh-tokoh lain yang sudah berjasa terhadap daerah. Namun, penamaan seorang Tokoh untuk sebuah Rumah Sakit, sebaiknya seorang putra daerah yang berjasa dalam bidang kesehatan.
Menurut Asrun, pemerintah Kota Kendari, akan bersikap netral terhadap penamaan Sebuah Rumah Sakit, untuk menghindari komplein dari pihak lain yang juga merasa sangat berjasa. Usulan pergantian nama, hanya ingin mengembalikan nama semula RSUD Kota Kendari, yang kala itu dirubah secara sepihak. Penamaan RSUD Kota Kendari, telah ditetapkan melalui Perda Kota Kendari, Nomor 17 tahun 2001 tentang pembentukan organisasi dan tata kerja Rumah Sakit Umum Kota Kendari.
Perda tersebut, lanjut Asrun, diperkuat lagi dengan keluarnya SK Walikota Kendari nomor 248 tahun 2002 tentang penunjukkan puskesmas Gunung Jati menjadi RSU Kota Kendari.
Tak hanya itu, untuk lebih mematenkan nama RSUD Kota Kendari, Pemkot Kendari langsung mengeluarkan Perda Nomor perda 10 tahun 2015 tentang Perubahan Kelima Atas Peraturan Daerah Nomor Kota Kendari Nomor 8 Tahun 2018 tetang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kota Kendari yang didalam termasuk perubahan nama RS Abunawas menjadi RSUD Kota Kendari.
Masalah tak berhenti disitu, buntut dari pergant
ian nama RS Abunawas menjadi RSUD Kota Kendari adalah dilaporkannya Walikota Kendari Ir Asrun oleh Mashyur Masie Abunawas (MMA) ke Polda. Tuduhannya, Asrun  telah mencemarkan nama baik orang tua mereka, Abunawas yang juga dikenal  pernah menjabat sebagai Bupati Kendari.
Masyhur Masie Abunawas juga tidak terima jika Asrun menyamakan Abunawas dengan tokoh Abunawas di cerita dongeng 1001 Malam.  
Ia mengklaim punya bukti rekaman dan kliping koran soal pernyataan Asrun yang menyatakan  Abunawas memiliki karakter lihai, licin dan suka menipu. "Keluarga besar saya tidak terima pernyataan itu," kata Masie.
Meski Asrun telah dilaporkan dan kasusnya sempat ditangani pihak Polda selama beberapa bulan, akhirnya pihak Subdit II Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dit Reskrim UM) Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara (Sultra) yang menangani kasus tersebut menghentikan sementara kasus atas dugaan pencemaran nama baik yang diduga dilakukan oleh Walikota Kendari, Asrun. Dihentikannya kasus tersebut, lantaran dalam proses penyelidikan kasus tersebut,  penyidik menilai kasusnya tidak memenuhi unsur pidana.
Kasubdit PPID Polda Sultra, Kompol Dolfi Kumaseh yang dikonfirmasi mengatakan, surat perintah dan pemberhentian perkara (SP3) dan SP2HP telah diberikan kepada pengacara Asrun, pasca gelar perkara yang dilakukan bulan lalu.
"Dalam proses kasus ini telah dilakukan beberapa tahap-tahap penyelidikan, hingga menghadirkan ahli bahasa dan ahli pidana. Namun dari temuan kami, kasus tersebut tidak memenuhi unsur pidana. Kendati demikian, jika dalam proses perjalananya ada ditemukan fakta dan bukti baru lagi, tentunya kasus ini akan dilanjutkan lagi," katanya.
Ditutupnya dugaan kasus pencemaran baik yang diduga di lakukan Ir Asrun, yang masih berkaitan dengan pergantian nama RS Abunawas menjadi RSUD Kota Kendari ternyata terus berlanjut.
Melalui salinan surat Keputusan Gubernur Sultra, Nur Alam, Nomor 396 tahun 2016 yang diperoleh Sultra Watch, isinya adalah membatalkan Peraturan Daerah Kota Kendari Nomor 10 tahun 2015 Tentang Perubahan kelima Atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi Dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kota Kendari, yang salah satu poin dalam Perda yang dibatalkan Gubernur tersebut mengatur tentang pengembalian nama RS Abunawas menjadi RSUD Kota Kendari. ***

Begini Cara Wartawan "Abal-Abal" Beraksi

Dewan Pers Republik Indonesia dibuat pusing dengan kehadiran wartawan dari media "abal-abal". Sebab, wartawan tersebut menjalankan tugasnya bukan untuk mencari berita, namun memeras pejabat-pejabat di pemerintahan dengan modus peliputan.

Hingga saat ini, Dewan Pers menerima aduan sekitar 800 lebih baik dari masyarakat maupun instansi. Menurut Dewan Pers, 70% persen berita yang dibuat  media abal-abal itu tidak berkualitas dan memenuhi kaidah penulisan berita.

Dari hasil rekapitulasi data, penyebaran media abal-abal tersebut tersebar di beberapa wilayah diantaranya Sumatera Utara, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur. 

"Indonesia bagian timur juga cukup banyak, tetapi karena masyarakatnya tidak melapor ke kami jadinya tidak dipantau," ungkap Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Pers, Imam Wahyudi, Jum'at (6/8).

Parahnya lagi, kata Imam, wartawan dari media abal-abal tersebut mengatas namakan institusi. Mereka mengaku wartawan dari KPK, BIN, Mabes Polri, dan institusi lainnya. Media yang menggunakan nama institusi jelas tidak diperbolehkan dan tidak akan dimasukkan kedalam media professional oleh Dewan Pers. "Mereka pakai nama-nama institusi cuman buat nakut-nakutin," tambah Imam.

Selain itu, kebanyakan sasaran dari wartawan abal-abal tersebut adalah Kepala Sekolah dan Kepala Desa. Mereka biasanya liputan untuk memeras dan mencari kesalahan, seperti mempertanyakan penyelewengan Dana BOS dan penggelapan dana Desa, serta memaksa untuk berlangganan dan pasang iklan.

Terkait hal tersebut, Dewan Pers selalu melakukan media literasi kepada semua institusi dan beberapa kelompok rentan sasaran wartawan abal-abal dan akhirnya setelah tindakan tersebut dilakukan, muncul satu demi satu pengaduan ke Dewan Pers.

Imam melanjutkan, kepada semua masyarakat maupun in
stitusi jika menemui kedatangan wartawan yang dicurigai sebagai wartawan abal-abal agar menanyakan apakah wartawan tersebut sudah uji kompetensi serta tergabung di organisasi Aliansi Jurnalis Independent (AJI), Persatuan Wartawan Indinesia (PWI), ataukah Ikatan Jurnalis Tv Indonesia (IJTI). Atau setidaknya, kata Imam, wartawan tersebut memang bekerja pada salah satu media yang terdaftar secara sah di Dewan Pers dan berbadan hukum legal.

"Liat aja dulu penampilannya, apakah habis liputan minta imbalan atau tidak. Kalau memeras jangan takut lapor polisi. Kami dari Dewan Pers bukan hanya menyokong 100%, bahkan 300% pun kita support," tutup Imam kepada awak media.

Penulis : Wayan Sukanta
Editor   : Wiwid Abid Abadi

Pil "Setan" Puskesmas Mokoau Kendari


Sebanyak 25 siswi SMP Negeri 15 Kendari yang terdiri dari kelas VII dan IX diduga keracunan Pil Penambah Darah yang diberikan oleh pegawai Puskesmas Mokoau, Kecamatan Poasia, pada Sabtu (6/8), sekitar pukul 08.30 Wita.

Puluhan siswa tersebut merasa nyeri pada perut, mual dan muntah setelah menelan pil tersebut. Akhirnya, puluhan siswi tersebut dilarikan kerumah sakit Bahterahmas Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). 

Seluruh siswa langsung mendapat penanganan dari tim medis dan menjalani perawatan diruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) Bahterahmas Provinsi Sultra. 

Wakil Kepala Sekolah SMP Negeri, Zainal Abidin mengatakan, pemberian obat penambah darah terhadap para siswi disekolah tersebut dilaksanakan berdasarkan surat yang diberikan pihak Puskesmas Mokoau pada Senin lalu ke Sekolah. Ia tak mengetahui secara pasti apa tujuan pemberian obat tersebut.

Ia menjelaskan, surat tersebut ditujukan kepada kepala sekolah dan sudah diterima, pada surat itu dijelaskan akan diberikan pil penambah darah terhadap para sisiwi. Setelah pukul 09.00 wita pihak Puskesmas tiba, diberikan pil itu kepada para pelajar khusus untuk perempuan dan dari petunjuk yang ada dari obat tersebut diminum setelah makan, namun ada beberapa siswi yang kemudian meminum obat tersebut .

"Setelah minum pil itu, para siswi langsung mengeluh nyeri pada perut dan mau muntah," kata Zinal kepada Sultra Watch di Ruang IGD Rumah Sakit Umum Bahterahmas Provinsi Sultra, (6/8).

Misi, salah seorang siswi SMP Negeri 15 Kendari kepada Sultra Watch mengaku bahwa sebelum mengkonsumsi obat yang diberikan pegawai Puskesmas tersebut, ia sudah makan pada pagi harinya.

"Obat ini sebelumnya dijelaskan untuk menambah darah, sebelum diminum harus makan dulu, namun setelah diminum beberapa saat kemudian tiba-tiba saya merasa pusing, mual dan muntah," katanya.

Sementara itu, Devi Suriani, kepala koordinator Gizi Puskemas Mokoau, Kecamatan Poasia mengatakan, pemberian obat terhadap para siswa merupakan program kesehatan untuk remaja siswa khususnya perempuan untuk memberikan vitamin penambah darah terutama yang tengah mengalami haid atau usia subur.

Ia juga mengaku tak mengetahui secara pasti, kenapa siswi tersebut mengalami mual dan muntah. Di sekolah lain tidak pernah terjadi seperti ini, tambahnya.

"Awalnya saya tidak menduga akan terjadi hal seperti ini, karena sebelumnya sudah ada tiga sekolah yang kita laksanakan program pemberian obat ini dan tidak ada terjadi keluhan sama sekali, nanti disekolah ini baru ada kami temukan," jelas Devi

Ditempat yang sama, Dokter jaga Ruang IGD Rumah Sakit Umum Bahterahmas Provinsi Sultra, Surwansyah mengatakan, sementara waktu pihaknya belum bisa memastikan apakah para siswi ini keracunan. Berdasarkan pemeriksaan awal, ada beberapa gejala yang ditemukan yakni mual dan muntah serta pusing.

"Untuk saat ini kami masih akan tetap melakukan observasi lanjut, untuk mengetahui perkembangan dan memastikan para siswi ini sudah benar-benar pulih dan dapat dipulangkan. Berdasarkan hasil pemeriksaan, para siswa diduga mengalami peningkatan asam lambung, lantaran sebelum meminum obat tidak makan, tapi kami sudah memberikan penanganan terhadap mereka dengan memberikan cairan melalui infus dan terapi lainnya,"terangnya.

Menindaklanjuti insiden tersebut, jajaran Kepolisian Resort (Polres) Kendari yang dipimpin langsung Kapolres Kendari, AKBP Sigid Hariadi,  turun ke rumah sakit untuk melakukan pengecekan keadaan para sisiwi yang tengah dirawat.

"Benar ada sekitar 25 siswi tengah dirawat setelah mengkonsumsi obat yang diberikan oleh pihak Puskesmas. Selanjutnya, anggota kami akan melakukan penyelidikan dan mendalami kasus ini yang megakibatkan para siswi harus dilarikan kerumah sakit. Untuk penyeldikan selanjutnya, kita akan memanggil beberapa orang yang akan dimintai keteranganya, baik dari pihak puskesmas dan sekolah," tutupnya. 

Penulis  : Wayan Sukanta
Editor    : Wiwid Abid Abadi

Dugaan Korupsi Dishut Konut : 12 Diperiksa, 6 Bakal Calon Tersangka

Kepolisian Daerah Polda Sulawesi Tenggara telah memeriksa sekitar 12 orang saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan bibit jati, eboni dan bayam fiktif di Dinas Kehutanan (Dishut), Konawe Utara (Konut). Dari 12 saksi tersebut, enam dianataranya akan segera ditetapkan sebagai tersangka.

Hal tersebut diungkapkan langsung oleh Direktur Kriminal Khusus Polda Sultra, Kombespol Midi Siswoko saat ditemui di Sultra Watch ruang kerjanya, Jumat (5/8). Kata dia, saat ini penetapan tersangka baru dalam kasu ini  hanya menunggu prosedur hukum berjalan sesuai mekanisme yang diterapkan. 

"Kami sudah periksa 12 orang saksi, saya tidak bisa sebutkan satu persatu, saksi ini termasuk Kadishut Konut yang sekarang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Kemungkinan besar, dari 12 orang ini lima sampai enam orang yang akan kami tetapkan jadi tersangka," tegasnya.

Dari temuan penyidik, lanjut Midi, enam orang yang akan  akan dijadikan tersangka diduga berperan penting dalam kasus tersebut. Pasalnya, dari fakta fakta yang ditemukan oleh penyidik mereka adalah penikmat dalam dugaan pengadaan bibit fiktif itu.

"Enam orang yang akan ditetapkan sebagai tersangka ini, karena mereka ikut menikmati hasil korupsi," katanya.

Midi berjanji, dalam waktu dekat penyidik Polda akan segera melakukan gelar perkara untuk menetapkan tersangka baru. "Kita juga akan lakukan gelar perkara dalam waktu dekat untuk penetapan tersangka," 

Sebelumnya, Mantan kadihut Konut Amirudin Supu telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Kini, tinggal menunggu keseriusan Polda dalam menangani kasus ini hingga tuntas. 

Penulis : Muhammad Syukur
Editor   : Wiwid Abid Abadi

 
Copyright © 2015 Kenduri Tinta. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Template by Creating Website and CB Blogger